
Kasus Ganja Gunung Semeru, 2 Terdakwa Suwari Resmi Disidangkan
Deskripsi Meta:
Kasus ganja Gunung Semeru menyeret dua terdakwa bernama Suwari ke meja hijau. Keduanya diduga terlibat dalam jaringan distribusi ganja di kawasan hutan lindung. Simak detail persidangan dan kronologinya.
Awal Terungkapnya Kasus Ganja Gunung Semeru
Kasus ganja Gunung Semeru pertama kali terungkap pada awal Maret 2025 saat petugas Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) melakukan patroli rutin. Petugas mencurigai adanya aktivitas mencurigakan di sekitar kawasan hutan lindung di lereng Gunung Semeru. Setelah dilakukan penyelidikan lebih lanjut, ditemukan ladang ganja seluas 1 hektare tersembunyi di balik rerimbunan pohon.
Pihak kepolisian kemudian turun tangan dan menangkap dua orang pelaku yang diduga sebagai pemilik ladang ganja tersebut. Keduanya diketahui bernama Suwari dan juga Suwari (kebetulan memiliki nama yang sama), warga asli Lumajang dan Malang.
Proses Penangkapan dan Barang Bukti
Kepolisian berhasil mengamankan barang bukti berupa 15 karung berisi ganja kering siap edar, sejumlah alat pertanian, serta catatan distribusi. Dalam kasus ganja Gunung Semeru ini, para pelaku diduga sudah menjalankan aktivitasnya selama lebih dari satu tahun.
Kepala Satuan Reserse Narkoba Polres Lumajang, AKP Heri Santoso, menyebut bahwa kedua terdakwa sudah memanfaatkan medan pegunungan yang sulit diakses untuk menyembunyikan ladang ganja dari pantauan aparat. “Ladang berada di ketinggian 1.800 mdpl dan hanya bisa ditempuh dengan berjalan kaki sekitar 3 jam,” ujarnya.
Dua Terdakwa Suwari Hadapi Tuntutan Berat
Pada persidangan yang digelar di Pengadilan Negeri Lumajang, jaksa penuntut umum menjerat kedua terdakwa dengan Pasal 111 ayat 2 dan Pasal 114 ayat 2 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Jaksa menuntut hukuman penjara seumur hidup mengingat jumlah barang bukti yang sangat besar dan potensi kerusakan sosial yang ditimbulkan.
Kasus ganja Gunung Semeru ini menjadi perhatian nasional karena lokasinya berada di kawasan taman nasional yang dilindungi. Hakim juga menyoroti aspek lingkungan dan risiko penyalahgunaan kawasan konservasi untuk kegiatan ilegal.
Motif dan Pengakuan Terdakwa
Dalam pengakuannya di hadapan hakim, kedua Suwari mengaku nekat menanam ganja karena tergiur keuntungan besar. Mereka menjual hasil panen kepada jaringan pengedar di Surabaya dan Bali. Dalam satu kali panen, mereka bisa meraup keuntungan hingga Rp300 juta.
“Kami tahu itu salah, tapi kami tidak punya pilihan. Hutan itu kosong dan kami manfaatkan,” kata Suwari dari Malang.
Pengakuan ini semakin memperkuat posisi jaksa untuk menuntut hukuman maksimal. Masyarakat juga menyoroti lemahnya pengawasan di kawasan konservasi yang seharusnya steril dari aktivitas ilegal seperti dalam kasus ganja Gunung Semeru ini.
Baca Juga: BSI Siap Melangkah: Bank Bullion Resmi Beroperasi
Respons Pemerintah dan Aktivis Lingkungan
Kasus ini memicu reaksi keras dari berbagai pihak, termasuk aktivis lingkungan yang tergabung dalam WALHI Jawa Timur. Mereka menilai perlu adanya evaluasi menyeluruh terhadap pengawasan hutan lindung.
“Ini alarm keras bahwa pengelolaan hutan kita masih sangat lemah. Apalagi jika hutan lindung bisa disalahgunakan untuk narkotika,” tegas Koordinator WALHI, Fitri Hapsari.
Sementara itu, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) bekerja sama dengan BNN untuk memperketat pengawasan di kawasan pegunungan, termasuk Gunung Semeru yang masuk dalam wilayah konservasi.
Kesimpulan: Kasus Ganja Gunung Semeru Perlu Jadi Perhatian Serius
Kasus ganja Gunung Semeru menegaskan perlunya pengawasan ketat di kawasan konservasi dan upaya penegakan hukum yang tegas terhadap pelanggaran narkotika. Pemerintah diharapkan meningkatkan patroli dan mengedukasi warga sekitar tentang bahaya narkoba dan pentingnya menjaga kelestarian alam.
